Perang salip adalah gerakan umat Kristen di
Eropa yang memerangi umat Muslim di Palestina secara berulang-ulang mulai abad
ke-11 sampai abad ke-13, dengan tujuan untuk merebut Tanah
Suci dari kekuasaan kaum Muslim dan mendirikan gereja
dan kerajaan Latin di Timur.[7namakan
Perang Salib, karena setiap orang Eropa yang ikut bertempur dalam peperangan
memakai tanda salib pada bahu, lencana dan panji-panji mereka.[8]
Istilah ini juga digunakan untuk
ekspedisi-ekspedisi kecil yang terjadi selama abad ke-16 di wilayah di luar
Benua Eropa,
biasanya terhadap kaum pagan
dan kaum non-Kristiani untuk alasan campuran; antara agama, ekonomi, dan
politik. Skema penomoran tradisional atas Perang Salib memasukkan 9 ekspedisi
besar ke Tanah Suci selama Abad ke-11 sampai dengan Abad ke-13. “Perang Salib”
lainnya yang tidak bernomor berlanjut hingga Abad ke-16 dan berakhir ketika
iklim politik dan agama di Eropa berubah secara signifikan selama masa Renaissance.
Perang
Salib pada hakikatnya bukan perang agama, melainkan perang merebut kekuasaan
daerah. Hal ini dibuktikan bahwa tentara Salib dan tentara Muslim saling
bertukar ilmu pengetahuan. Perang Salib berpengaruh sangat luas terhadap
aspek-aspek politik, ekonomi dan sosial, yang mana beberapa bahkan masih
berpengaruh sampai masa kini. Karena konfilk internal antara kerajaan-kerajaan Kristen
dan kekuatan-kekuatan politik, beberapa ekspedisi Perang Salib (seperti Perang Salib Keempat)
bergeser dari tujuan semulanya dan berakhir dengan dijarahnya kota-kota Kristen,
termasuk ibukota Byzantium, Konstantinopel-kota
yang paling maju dan kaya di benua Eropa saat itu. Perang Salib Keenam
adalah perang salib pertama yang bertolak tanpa restu resmi dari gereja Katolik,
dan menjadi contoh preseden yang memperbolehkan penguasa lain untuk secara
individu menyerukan perang salib dalam ekspedisi berikutnya ke Tanah Suci.
Konflik internal antara kerajaan-kerajaan Muslim
dan kekuatan-kekuatan politik pun mengakibatkan persekutuan antara satu faksi
melawan faksi lainnya seperti persekutuan antara kekuatan Tentara Salib dengan Kesultanan Rum
yang Muslim
dalam Perang Salib Kelima.
Asal
mula ide perang salib adalah perkembangan yang terjadi di Eropa Barat
sebelumnya pada Abad
Pertengahan, selain itu juga
menurunnya pengaruh Kekaisaran Byzantium di
timur yang disebabkan oleh gelombang baru serangan MuslimTurki.
Pecahnya Kekaisaran Carolingian
pada akhir Abad Ke-9, dikombinasikan dengan stabilnya perbatasan Eropa
sesudah peng-Kristen-an bangsa-bangsa Viking, Slavia,
dan Magyar,
telah membuat kelas petarung bersenjata yang energinya digunakan secara salah
untuk bertengkar satu sama lain dan meneror penduduk setempat. Gereja
berusaha untuk menekan kekerasan yang terjadi melalui gerakan-gerakan Pax
Dei dan Treuga Dei. Usaha ini dinilai berhasil, akan tetapi para
ksatria yang berpengalaman selalu mencari tempat untuk menyalurkan kekuatan
mereka dan kesempatan untuk memperluas daerah kekuasaan pun menjadi semakin
tidak menarik. Pengecualiannya adalah saat terjadi Reconquista di
Spanyol
dan Portugal,
dimana pada saat itu ksatria-ksatria dari Iberia
dan pasukan lain dari beberapa tempat di Eropa bertempur melawan pasukan MoorIslam,
yang sebelumnya berhasil menyerang dan menaklukan sebagian besar Semenanjung Iberia
dalam kurun waktu 2 abad dan menguasainya selama kurang lebih 7 abad.
Pada
tahun 1063, Paus
Alexander II memberikan restu kepausan
bagi kaum KristenIberia
untuk memerangi kaum Muslim.
Paus memberikan baik restu kepausan standar maupun pengampunan bagi siapa saja
yang terbunuh dalam pertempuran tersebut. Maka, permintaan yang datang dari Kekaisaran Byzantium
yang sedang terancam oleh ekspansi kaum MuslimSeljuk,
menjadi perhatian semua orang di Eropa. Hal ini terjadi pada tahun 1074, dari
Kaisar Michael VII
kepada Paus Gregorius VII
dan sekali lagi pada tahun 1095, dari Kaisar Alexius I Comnenus
kepada Paus
Urbanus II.
Perang
Salib adalah sebuah gambaran dari dorongan keagamaan yang intens yang merebak
pada akhir abad ke-11 di masyarakat. Seorang tentara Salib, sesudah memberikan
sumpah sucinya, akan menerima sebuah salib dari Paus atau wakilnya dan sejak
saat itu akan dianggap sebagai “tentara gereja”. Hal ini sebagian adalah karena
adanya Kontroversi
Investiture, yang berlangsung mulai
tahun 1075 dan masih berlangsung selama Perang Salib Pertama.
Karena kedua belah pihak yang terlibat dalam Kontroversi
Investiture berusaha untuk menarik
pendapat publik, maka masyarakat menjadi terlibat secara pribadi dalam
pertentangan keagamaan yang dramatis. Hasilnya adalah kebangkitan semangat
Kristen dan ketertarikan publik pada masalah-masalah keagamaan. Hal ini
kemudian diperkuat oleh propaganda keagamaan tentang Perang untuk Keadilan
untuk mengambil kembali Tanah Suci – yang termasuk Yerusalem
(dimana kematian, kebangkitan dan pengangkatan Yesus ke Surga terjadi menurut
ajaran Kristen) dan Antiokhia
(kota Kristen yang pertama) - dari orang Muslim. Selanjutnya, “Penebusan Dosa”
adalah faktor penentu dalam hal ini. Ini menjadi dorongan bagi setiap orang
yang merasa pernah berdosa untuk mencari cara menghindar dari kutukan abadi di
Neraka. Persoalan ini diperdebatkan dengan hangat oleh para tentara salib
tentang apa sebenarnya arti dari “penebusan dosa” itu. Kebanyakan mereka
percaya bahwa dengan merebut Yerusalem kembali, mereka akan dijamin masuk surga
pada saat mereka meninggal dunia. Akan tetapi, kontroversi yang terjadi adalah
apa sebenarnya yang dijanjikan oleh paus yang berkuasa pada saat itu. Suatu
teori menyatakan bahwa jika seseorang gugur ketika bertempur untuk Yerusalemlah
“penebusan dosa” itu berlaku. Teori ini mendekati kepada apa yang diucapkan
oleh Paus Urbanus II dalam pidato-pidatonya. Ini berarti bahwa jika para
tentara salib berhasil merebut Yerusalem, maka orang-orang yang selamat dalam
pertempuran tidak akan diberikan “penebusan”. Teori yang lain menyebutkan bahwa
jika seseorang telah sampai ke Yerusalem, orang tersebut akan dibebaskan dari
dosa-dosanya sebelum Perang Salib. Oleh karena itu, orang tersebut akan tetap
bisa masuk Neraka jika melakukan dosa sesudah Perang Salib. Seluruh faktor
inilah yang memberikan dukungan masyarakat kepada